Dalam kehidupan sehari-hari, es teh manis menjadi salah
satu minuman favorit masyarakat Indonesia. Rasanya yang menyegarkan, mudah
dibuat, dan cocok disajikan di berbagai suasana membuatnya begitu populer di
berbagai kalangan. Namun di balik kenikmatan tersebut, tersembunyi risiko
kesehatan yang tidak bisa diabaikan jika konsumsi gula tidak dikendalikan.
Gula, secara fisiologis, merupakan salah satu sumber
energi utama bagi tubuh. Namun, konsumsi gula berlebih, terutama yang berasal
dari minuman manis seperti es teh manis, telah terbukti berkontribusi terhadap
berbagai penyakit kronis. Diabetes melitus tipe 2, obesitas, penyakit jantung,
hingga gangguan metabolisme lainnya menjadi momok yang mengancam kesehatan
masyarakat akibat kebiasaan mengonsumsi gula secara berlebihan. Menurut
rekomendasi Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), asupan gula tambahan yang aman
bagi orang dewasa sebaiknya tidak melebihi 10?ri total kebutuhan energi harian,
atau sekitar 50 gram (12 sendok teh) per hari.
Sayangnya, minuman seperti es teh manis seringkali
dikonsumsi tanpa kesadaran akan kandungan gulanya. Dalam satu gelas es teh
manis biasa, bisa terdapat hingga 4–6 sendok teh gula, bahkan lebih jika ditambah
sirup atau pemanis buatan. Kebiasaan ini tidak hanya dilakukan sesekali, tetapi
menjadi bagian dari pola hidup harian—disajikan di pagi hari, siang hari saat
makan, atau malam hari saat bersantai. Jika tidak dibarengi dengan aktivitas
fisik yang memadai, konsumsi gula seperti ini dapat menjadi sumber “kalori
kosong” yang menumpuk dan memicu permasalahan kesehatan jangka panjang.
“Berilah gula secukupnya…” tidak hanya sekadar saran gizi, tetapi juga mengandung nilai
kehidupan: bahwa segala sesuatu yang berlebihan tidak pernah membawa kebaikan.
Dalam konteks ini, konsumsi es teh manis adalah simbol dari bagaimana manusia
perlu menyeimbangkan kenikmatan dan kesehatan, tanpa mengorbankan salah satunya
secara ekstrem.
“seperti
mencintai dia, sewajarnya…”.
Cinta yang tulus dan sehat bukanlah yang berlebihan,
posesif, atau tanpa kendali, melainkan yang proporsional dan penuh kesadaran.
Begitu pula dengan konsumsi gula. Memberi “rasa manis” pada hidup
diperbolehkan, bahkan dibutuhkan, tetapi dalam kadar yang wajar dan terukur.
Hal ini penting untuk menciptakan hubungan yang harmonis antara tubuh dan apa
yang kita konsumsi.
Sebagai institusi kesehatan yang menjunjung tinggi nilai
TNI AU AMPUH (Adaptif, Modern, Profesional, Unggul, Humanis), RSPAU dr.
S. Hardjolukito telah membuktikan diri sebagai pelopor edukasi kesehatan yang
komunikatif dan membumi. Edukasi ini tidak hanya menyasar aspek medis semata,
tetapi juga menyentuh sisi emosional dan psikologis masyarakat dengan bahasa
yang mudah dipahami dan menyenangkan. Dalam era digital saat ini, pendekatan
seperti ini jauh lebih efektif dibanding sekadar penyampaian angka atau
larangan kaku yang justru sering diabaikan.
Di sisi lain, masyarakat pun perlu berperan aktif dalam
menerjemahkan pesan ini ke dalam kebiasaan nyata. Mulailah dengan hal
sederhana, seperti mengurangi jumlah gula saat membuat teh, mengganti sebagian
konsumsi gula dengan pemanis alami seperti madu, atau lebih sering minum air
putih dibanding minuman manis kemasan. Perubahan kecil yang konsisten akan
memberikan dampak besar bagi kesehatan jangka panjang.
Sebagai penutup, mari menjaga kesehatan tubuh dan
kehidupan secara umum. Es teh manis memang menyegarkan, tetapi kebijaksanaan
dalam menakar gulanya adalah cerminan cinta terhadap diri sendiri. Sama seperti
mencintai seseorang, manisnya tidak perlu berlebihan—cukup sewajarnya, agar
tidak menyakitkan. Karena kesehatan bukanlah soal larangan, tetapi pilihan
cerdas untuk hidup lebih baik. Humas RSPAU
Komentar